Oleh: Agustam Rachman, Koordinator Presidium Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Bengkulu 1999-2004.
Bengkulu, – Membaca PKPU nomor 25 tahun 2023 tentang pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilihan umum, ada potensi besar saksi di TPS pulang dengan tangan hampa alias tidak mendapat dokumen C hasil baik berupa kertas hard copy formulir C hasil maupun dokumen elektronik hasil scan formulir C hasil.
Pemilu kali ini berbeda teknisnya dengan pemilu sebelumnya. Kalau dulu KPPS akan menulis secara manual formulir C hasil dengan jumlah rangkap sesuai kebutuhan dan jumlah saksi.
Tapi Pemilu kali ini berbeda, KPPS dalam hal ini hanya akan membuat satu rangkap formulir C hasil penghitungan TPS. Selanjutnya KPPS akan menggandakan formulir C hasil tersebut dengan alat penggandaan di TPS. (semacam printer yang bisa memfotokopi).
Kita mengapresiasi rencana KPU ini sebagai langkah menghindari molornya waktu dan potensi kesalahan penulisan angka jika semua formulir hasil ditulis manual seperti Pemilu sebelumnya.
Tapi disinilah kelemahan PKPU nomor 25 tersebut.
Ada potensi besar saksi TPS pulang tanpa membawa hasil penghitungan suara di TPS hal itu dapat kita lihat di pasal 60 ayat (11) yang berbunyi : dalam hal KPPS tidak dapat melakukan penggandaan formulir C hasil maka KPPS dapat menggunakan dokumen elektronik.
Tapi jika mengacu pada pasal 58 ayat (4), dokumen elektronik (berupa foto scan formulir C hasil) tersebut tidak diserahkan kepada saksi TPS tapi diserahkan kepada KPU.
Saya coba konfirmasi ke KPU Kabupaten/Kota, mereka berusaha meyakinkan saya bahwa dokumen elektronik berupa foto scan formulir C hasil penghitungan suara di TPS akan dikirim oleh KPPS ke saksi TPS melalui HP/WA /bluetooth .
Tapi saya tidak menemukan satu pasal pun di PKPU nomor 25 tahun 2023 yang mengatur itu.
Ada pasal 59 ayat (1,2) yang memperbolehkan saksi, pemantau, pengawas TPS dan masyarakat yang hadir untuk mendokumentasikan formulir C hasil tapi itu belum tentu bisa direalisasikan. Ambil contoh dibanyak KPPS di Kabupaten Kepahiang dan Seluma melarang para saksi memfoto C hasil pada Pilgub 2020 yang lalu (sdr. Emex Verzoni dan sdri. Baroroh waktu itu anggota KPU Provinsi Bengkulu inshaAllah masih ingat kejadian itu).
Karena Pemilu sudah makin dekat, maka KPU sebagai lembaga yang berwenang menyusun regulasi teknis harus segera mencari solusi yang tepat agar saksi dipastikan dapat membawa pulang formulir C hasil penghitungan suara di TPS.
Jika saksi TPS nantinya pulang dengan tangan kosong dan itu disebabkan kesalahan KPU dalam menyusun regulasi maka Pemilu 2024 ini adalah Pemilu terburuk sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia.
Karena jika formulir c hasil pengitungan suara di TPS hanya dikuasai oleh KPU maka sinyalemen banyak pihak bahwa Pemilu kali ini akan sarat kecurangan terstruktur, sistematis dan masif untuk memenangkan pihak tertentu akan menjadi terbukti.(**)