Alaku
Alaku

JAMPIDUM Setujui 2 Penyelesaian Restorative Justice Kejaksaan Negeri Seluma

Cloud Hosting Indonesia

Bengkulu, — Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Syaifudin Tagamal, S.H., M.H., didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum beserta jajaran, telah melakukan ekspose Restorative Justice (RJ) pada Kejaksaan Negeri Seluma kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) beserta jajaran secara virtual. Ekspose ini membahas dua perkara dengan mempertimbangkan penyelesaian melalui mekanisme keadilan restoratif.

Perkara pertama, nama tersangka Lidan Budihartono Bin Adiar, yang disangkakan melanggar pasal Primair Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004, dan Subsidair Pasal 44 Ayat (4) UU RI Nomor 23 Tahun 2004. Pertimbangan untuk menyelesaikan perkara ini melalui keadilan restoratif antara lain:

Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Tersangka telah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Korban telah memaafkan tersangka dengan sukarela.
Tersangka telah berdamai dengan korban.
Tersangka dan korban merupakan suami istri.
Proses perdamaian dilakukan melalui musyawarah mufakat, tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi.
Masyarakat merespon positif proses perdamaian ini.

Perkara kedua, nama tersangka Zaipi Eprizon Bin Syabana, yang disangkakan melanggar pasal Pertama Primair Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004, Subsidair Pasal 44 Ayat (4) UU RI Nomor 23 Tahun 2004, atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Pertimbangan untuk menyelesaikan perkara ini melalui keadilan restoratif adalah sebagai berikut:

Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun.
Tersangka telah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Korban telah memaafkan tersangka dengan sukarela.
Tersangka telah berdamai dengan korban.
Tersangka dan korban merupakan suami istri.
Proses perdamaian dilakukan melalui musyawarah mufakat, tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi.
Masyarakat merespon positif proses perdamaian ini.

Berdasarkan hasil ekspose, kedua perkara tersebut mendapat persetujuan untuk diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif. Langkah ini diharapkan dapat memberikan keadilan yang lebih humanis, efektif, dan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat setempat, sekaligus mendorong terciptanya perdamaian yang berkelanjutan di antara para pihak yang terlibat.(Iwan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *