Jakarta, – Sebagai bagian dari Pekan untuk Sahabat Karakter (PUSAKA) tahun 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), melaksanakan gelar wicara dengan tajuk Parenting Tanpa Batas: Mendidik dengan Kasih, Menyambut Keberagaman.
Kepala Puspeka, Rusprita Putri Utami, dalam sambutannya mengatakan bahwa Kemendikbudristek terus berkomitmen dalam melakukan penguatan pendidikan karakter, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) untuk mewujudkan generasi yang cerdas berkarakter. Menurutnya, gelar wicara tentang parenting ini merupakan respon atas perubahan sosial dan kemajuan teknologi yang membuat peran orang tua semakin krusial dalam mendidik anak-anak dengan penuh cinta, penerimaan, dan menghargai perbedaan.
“Anak-anak adalah aset masa depan dan menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana setiap anak, dari latar belakang apapun, berhak untuk tumbuh dengan rasa aman dan dihargai. Melalui diskusi ini, kita akan belajar bagaimana membangun nilai-nilai kebersamaan dan keberagaman sejak usia dini, sehingga anak-anak bisa tumbuh menjadi individu yang toleran dan menghargai perbedaan,” ungkap Rusprita, Selasa (8/10).
Bicara tentang pembentukan karakter, Irma Gustiana, CEO Ruang Tumbuh dan Psikolog, mengungkapkan bahwa keluarga adalah sumber utama anak-anak dalam menyerap dan membentuk karakter diri. Maka dari itu, Irma menyebut bahwa orang tua menjadi faktor penting sekaligus harus menjadi teladan bagi anak-anak dalam berperilaku maupun bersikap.
“Pada saat ini, media sosial juga menjadi salah satu faktor dalam pembentukan karakter anak. Orang tua juga harus mampu memberikan edukasi kepada anak-anak agar mereka mampu mengurasi mana konten yang boleh dilihat maupun yang tidak boleh, sehingga edukasi tersebut menjadi bekal anak dalam mengarungi konten media sosial,” ujar Irma.
Irma menambahkan, pembentukan karakter yang baik akan menghasilkan kemampuan anak-anak bertoleransi dalam keberagaman. Kemampuan menyambut positif keberagaman merupakan hasil dari komunikasi yang baik dalam internal keluarga yang mendidik anak-anak dengan sikap tidak diskriminatif.
“Kolaborasi kuat bapak dan ibu di rumah harus satu padu dan mempunyai persepsi yang sama. Oleh karena itu, komunikasi menjadi kunci utama bagaimana anak-anak menerima semua edukasi dari orang tua, melihat apa yang dilakukan, dan menghargai dalam sebuah perbedaan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Irma menyoroti tentang pentingnya self love. Pentingnya mencintai diri sendiri adalah langkah awal untuk memaksimalkan peran sebagai orang tua dalam mendidik anak dan memaksimalkan peran diri sendiri dalam menjalani kehidupan sosial. “Penting bagi kita untuk menerima diri kita seutuhnya. Dengan begitu, kita dapat mengembangkan potensi diri dengan maksimal, mencintai perbedaan, dan menginspirasi orang lain,” pungkasnya.
Selanjutnya, Lingga Bayashi, seorang guru konten kreator, membagi pengalamannya mengenai inklusifitas. Menurutnya, inklusif merupakan upaya untuk memastikan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas tanpa melihat latar belakang apapun. Inklusifitas dapat terwujud dengan lingkungan sekolah yang mendukung, kebijakan sekolah yang bagus, dan kolaborasi yang baik antara lingkungan sekolah dengan orang tua murid.
“Sebagai seorang guru di sekolah perlu untuk cepat memahami karakter peserta didik dengan cepat. Dengan hal tersebut, para guru dapat memetakan dan membuat berbagai metode dalam mendidik para murid,” ucap Lingga.
Lingga menuturkan, inklusifitas merupakan hal yang harus tercipta di lingkungan sekolah, sehingga semua peserta didik dapat belajar secara optimal. Dalam prosesnya, keberagaman budaya menjadi salah satu tantangan besar dalam mewujudkan inklusifitas, dengan keberagaman yang terbawa dari masing-masing rumah, suasana di lingkungan sekolah harus menjadi menyenangkan dan membuat peserta didik menghargai sebuah perbedaan.
“Kepada para peserta didik, teruslah mencintai diri sendiri dan menjadi warna berbeda dalam lingkungan, belajarlah menerima diri sendiri dan lingkungan akan juga menerima. Dan untuk semua guru, teruslah belajar untuk masuk di era murid, didiklah mereka sesuai zamannya, sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan murid menjadi bahagia,” tutup Lingga.(Iwan)