Jakarta – Materil Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen terakhir tahun 2002 saat ini sepertinya akan melewati fase evolusinya. Oleh banyak pihak, Konstitusi Indonesia ini dinilai perlu diperbaharui dan direvisi sesuai dengan kebutuhan zaman dan perkembangan demokrasi Indonesia saat sekarang.
Demikianlah hipotesa diskusi panjang antara Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Sultan B Najamudin bersama beberapa kolega Senator dan kelompok mahasiswa yang tergabung dalam BEM Nusantara di bilangan Kuningan Jakarta selatan pada Rabu malam (01/12/2021).
“Harus kita akui bahwa, konstitusi kita dibentuk atas dasar latar belakang sosiologis dan politik serta suasana kebatinan bangsa saat di mana UUD dibentuk dan diamandemen. Artinya, konstitusi yang merupakan produk konsensus politik dan pedoman kehidupan bernegara bukanlah kitab suci yang tak boleh direvisi”, ujar Sultan membuka diskusi.
Oleh karena itu, menurut mantan wakil Gubernur Bengkulu itu, mahasiswa dan pelajar harus memiliki wawasan kebangsaan yang cukup dan harus melek konstitusi. Dengan demikian teman-teman mahasiswa bisa memberikan pandangan yang ideal bagi pembaharuan konstitusi kita, dan dalam jangka panjang bisa menjadi lebih siap dalam memimpin bangsa ini ke depannya.
“Kita harus bersinergi dalam mengawal dan mengevaluasi fenomena demokrasi kita yang semakin liberal saat ini dengan cara-cara yang konstitusional. Saya percaya bahwa Mahasiswa masih menjadi kelompok elit yang gerakan dan pemikirannya cukup berpengaruh dan dibutuhkan oleh bangsa ini”, ujar eks ketua KNPI Bengkulu itu.
Sementara itu, ketua Umum dan BE-Nus BEM-Pesantren sama-sama memberikan atensi khusus terhadap keberadaan lembaga legislatif yang tidak tertata secata proporsional dan ideal. Akibatnya, keberadaan DPR RI, DPD RI dan MPR RI tidak memberikan dampak kebijakan yang efektif.
“UU Ciptaker menjadi contoh betapa mekanisme penyusunan UU oleh pemerintah dan DPR tidak banyak melibatkan lembaga tinggi negara legislatif seperti DPD RI secara utuh dan penuh, sebagai penyempurna formil dan penyeimbang materil RUU dengan kewenangan double check. Demikian juga posisi dan keberadaan lembaga MPR yang semakin tak berfungsi”, kritik Muhammad Naqib Abdullah, Ketua BEM Pesantren Se-Indonesia.
Hal ini, kata Najib, dikarenakan oleh lemahnya kewenangan legislasi lembaga DPD RI. Akibatnya DPR dan pemerintah bisa seenaknya menyusun, membahas dan mengesahkan sebuah RUU tanpa diverikasi dan divalidasi oleh lembaga legislatif lainnya yang notabene non-partai politik.
“Dengan posisinya saat ini yang tidak banyak bermanfaat, MPR RI sebaiknya dievaluasi. Dan DPD RI yang seharusnya diperkuat secara kewenangan, sehingga bisa menjadi penyeimbang bagi DPR RI”, ujar Ferdy, ketua BEMNUS.
Menurut pantauan kami, selain ketua umum dan pengurus BEMNus, turut hadir dalam acara diskusi tersebut adalah, Ketua BEM Universitas Cendrawasih Papua, Ketua BEM Pesantren, Ketua BEM Serikat Islam, BEM Trisakti.
Sementara senator yang hadir dalam kegiatan silaturahmi dan Diskusi tersebut adalah Edwin Pratama Putra (Riau), Dharma Setiawan (Kepri) dan Senator Mamberob Yosephus Rumakiek (Papua Barat).