Catatan Zacky Antony
*BANYAK* yang bertanya, mengapa pasangan Dedy Black – Agi Agusrin mencabut gugatan sengketa Pilwakot yang sudah didaftarkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Pasangan nomor urut 3 tersebut menempati peringkat kedua perolehan suara Pilwakot Bengkulu berdasarkan hasil pleno KPU Kota dengan meraup 50.377 suara. Selisih 18.602 suara dibanding pasangan Dedy Wahyudi – Roni L Tobing yang menjadi pemenang dengan meraup 68.979 suara.
Keputusan mencabut gugatan di MK mungkin mengejutkan bagi banyak orang, tapi tidak bagi yang mengenal lebih jauh kedekatan hubungan Dedy Wahyudi dengan Agusrin dan adiknya Sultan B Najamudin. Banyak cerita yang kemudian mengubah keadaan. Sebab, sejarah terlalu bernilai untuk dilupakan.
Saya jadi teringat cerita Bung Karno ketika harus merobek surat keputusan yang harus dia tandatangani. Surat yang sudah berada di meja kerja presiden itu memuat eksekusi mati Kartosuwiryo, teman seperjuangan semasa muda. Bung Karno dan Kartosuwiryo sama-sama berguru pada Haji Omar Said (HOS) Cokroaminoto. Ada satu lagi murid Cokroaminoto yang cukup menonjol yaitu Semaun.
Uniknya, kendati beguru pada orang yang sama, ketiganya menjadi pribadi yang berbeda. Kartosuwiryo menjadi Islamis yang kemudian memproklamirkan Negara Islam Indonesia tahun 1949. Semaun menjadi Sosialis yang terlibat dalam pemberontakan PKI Madiun tahun 1948. Sedangkan Bung Karno memilih jalan tengah dengan menjadi Nasionalis.
Cerita suka dan duka saat sama-sama belajar pada Cokroaminoto membuat Bung Karno berat membubuhkan tandatangan. Dengan hati menangis, dirobeknya surat itu dan dibuang ke lantai. Cerita bukan cuma masa lalu. Tapi cerita juga mengandung rasa.
Kembali ke soal keputusan pencabutan gugatan ke MK. Dalam konteks Pilwakot Bengkulu 2024, yang menjadi calon adalah Agi bersama Dedy Black. Tapi semua maklum, sutradara di belakang layar adalah Agusrin sang ayah Dia yang pegang tombol keputusan termasuk mencabut atau tidaknya gugatan.
Lalu apa hubungan cerita Bung Karno dan Kartosuwiryo dengan cerita Agusrin dan Dedy Wahyudi. Tentu saja tidak ada hubungan. Saya hanya menarik satu pesan bernuansa historis bahwa cerita masa lalu terkadang bisa menjadi pertimbangan di masa depan.
Dedy punya kontribusi dalam perjalanan awal karir politik Agusrin yang fenomenal. Menjelang Pilkada langsung pertama kali di Provinsi Bengkulu tahun 2005, Agusrin M Najamudin belum banyak dikenal. Ini wajar karena sebelum itu, pria yang akrab dengan para wartawan itu banyak berkiprah di Jakarta sebagai pengusaha sukses.
Saya ingat betul ketika itu, tidak sedikit yang meragukan Agusrin. Kemunculannya yang sensasional di tengah publik Bengkulu mengundang pro dan kontra. Agusrin pintar. Dia dekati pimpinan media. Dari sinilah, perkenalan dan kedekatan Agusrin – Dedy Wahyudi dimulai. Saat itu, Dedy adalah Pemred Harian RB. “Ado pengusaha dari Jakarta nak ketemu. Dio orang Bengkulu. Kabarnyo nak nyalon gubernur,” ujar Dedy suatu malam di ruang redaksi.
Perkenalan keduanya ternyata berlanjut. Besok dan seterusnya, bertubi-tubi Agusrin muncul dalam pemberitaan koran RB. Foto dan profilnya menghiasi halaman depan koran terbesar di Bengkulu. Kebetulan masa itu, media cetak adalah penguasa informasi. Pilihan media belum banyak seperti sekarang. Televisi-televisi lokal belum ada. Media-media online lokal juga belum ada.
Hasilnya bisa ditebak. Dalam tempo relatif singkat, Agusrin yang semula tidak banyak dikenal, ketenarannya melonjak drastis. Agusrin sangat dominan dalam pemberitaan dan menjadi sangat terkenal. Efek pemberitaan koran pada masa itu benar-benar dahsyat. Tahun-tahun itu adalah masa keemasan koran.
Kalau ditanya siapa orang paling berperan dalam mendongkrak popularitas Agusrin, menurut saya Dedy Wahyudi lah orangnya. Sebagai Pemred dia memegang kuas pemberitaan. Tentu tetap berpegang pada kode etik.
Berbekal popularitas (tingkat keterkenalan), Agusrin memetik elektabilitas (tingkat keterpilihan) dengan memenangkan Pemilihan Gubernur Bengkulu tahun 2005 berpasangan dengan HM. Syamlan, Lc sebagai Cawagub.
Kedekatan hubungan Dedy dan Agusrin berlanjut semasa Agusrin menjabat Gubernur. Dedy adalah orang luar birokrasi yang berada dalam ring satu pemerintahan. Hadir dalam rapat-rapat penting. Tidak heran bila muncul anggapan waktu itu bahwa Dedy adalah orang Agusrin. Anggapan itu tidak salah. Faktanya memang Dedy orang Agusrin.
Agusrin juga melihat potensi pada diri Dedy Wahyudi. Menjelang Pilwakot Bengkulu tahun 2007, Agusrin mendorong Dedy Wahyudi berpasangan dengan Ahmad Kanedi. Dedy pernah bercerita, Bang Ken sudah menemuinya untuk mengajak berpasangan. Itu jauh sebelum Bang Ken memutuskan menggandeng Edison Simbolon.
Tapi perjalanan takdir punya rute lain. Rencana duet Ahmad Kanedi – Dedy Wahyudi batal di tengah jalan.
Gagal memasangkan Ahmad Kanedi – Dedy Wahyudi, Agusrin kemudian mengajak Dedy berpasangan menjelang Pilgub 2010. Dedy sebagai Cawagub. Ini serius. Dedy sudah mengurus kelengkapan administrasi seperti SKCK, Surat Keterangan Tidak Pernah Dipidana dari PN dll. Pada H-1, nama Dedy masih paling favorit mendampingi Agusrin. Meski ada nama lain. Tapi takdir lagi-lagi berkata lain. Agusrin kemudian memilih Junaidi Hamsyah.
*Proyeksi Sultan – Dedy*
Gagal mendampingi Agusrin, Dedy kemudian diberi peran lain. Yaitu menjadi Sekretaris KNPI Provinsi Bengkulu mendampingi Sultan B Najamudin yang memenangkan Musda KNPI. Padahal saat itu, ada nama Suryawan Halusi yang dipersiapkan menggantikan Parsadaan Harahap, ketua KNPI sebelumnya. Suryawan sendiri adalah senior Dedy di HMI. Tapi lobi-lobi antar senior akhirnya mengalihkan dukungan ke Sultan.
Sultan akhirnya terpilih sebagai ketua. Dedy Wahyudi menjadi sekretaris. Hubungan Dedy dan Sultan semakin kental semasa memimpin KNPI. Semua potensi anak muda dirangkul.
Dwi Tunggal Sultan – Dedy menjadi buah bibir masyarakat. Agusrin kemudian memproyeksikan keduanya untuk diduetkan pada Pilwakot 2012. Proyeksi politik ini sudah dimatangkan. Dan sudah bocor ke beberapa elit politik.
Tapi lagi-lagi Tuhan berkehendak lain. Proyeksi politik Sultan – Dedy untuk Pilwakot Bengkulu tahun 2012 buyar setelah Agusrin mendapat musibah hukum pada periode kedua kepemimpinannya sebagai Gubernur Bengkulu.
Meski demikian, komunikasi politik Dedy – Agusrin tetap tidak terputus. Bahkan, beberapa bulan menjelang pendaftaran Pilwakot Bengkulu 2024, Agusrin mulanya ingin mendorong Dedy Wahyudi berpasangan dengan putrinya Agi. Dedy yang tidak menyangka Agi sudah sebesar sekarang dan menjadi arsitek, memberi lampu hijau. Dua puluh tahun lalu, Agi masih anak-anak yang sering terlihat ketika ada acara di Gedung Daerah.
Tapi lagi-lagi proyeksi politik Agusrin yang keempat kalinya ini kandas. Takdir berkata lain. Dedy Wahyudi berjodoh dengan Roni L Tobing. Sedangkan Agi dipinang Dedi Black.
Bila mengilas balik hubungan dan kedekatan yang panjang tersebut, saya tidak heran lagi ketika Dedy Wahyudi dan Sultan bertemu beberapa hari lalu, setengah persoalan telah selesai. Dan benar saja, hari berikutnya penasihat hukum Dedy Black – Agi menyurati MK untuk mencabut gugatan.
*_Penulis adalah wartawan senior di Bengkulu_*