Jakarta, – Perubahan iklim semakin dirasakan warga dunia dewasa ini. Hal tersebut dapat berdampak buruk terhadap bencana alam dan pembangunan berkelanjutan. Pembahasan ketiga isu ini sangat penting untuk memastikan setiap warga dapat tinggal di daerahnya dengan aman.
Pakar lingkungan hidup Emil Salim menyampaikan perlunya menyikapi perubahan iklim, bencana dan pembangunan berkelanjutan. Ini harus dilakukan dengan kerja sama berbagai pihak, misalnya antar negara-negara ASEAN dan global. Hal tersebut tidak terlepas bahwa perubahan iklim berdampak pada berbagai negara, khususnya negara kepulauan.
“Adanya kenaikan air laut di Indonesia akan menyebabkan beberapa pulau di Indonesia akan tenggelam dalam 20 tahun mendatang,” papar Profesor Emil Salim dalam gelaran Global Forum for Sustainable Resilience, JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Rabu (9/9).
Menurutnya, kenaikan air laut ini juga dialami wilayah Indonesia dan negara-negara di kepulauan pasifik, seperti di kawasan pantai utara Jawa dan bagian timur Indonesai serta negara Fiji.
Emil Salim mengatakan, ini membutuhkan upaya kolaborasi berbagai pihak baik di dalam negeri maupun global. Ia melihat tantangan ke depan yang harus disikapi dan direspons untuk resiliensi berkelanjutan terhadap fenomena perubahan iklim.
Salah satu tantangan yang dilihat, Emil menyebutkan adanya peningkatan suhu air laut akan menyebabkan banyaknya ikan atau biodiversitas laut bermigrasi ke suhu yang lebih dingin.
“Hal ini paling berdampak pada kepulauan khatulistiwa,” tambahnya.
Situasi ini perlu disikapi dengan pendekatan holistik karena perubahan iklim, bencana dan pembangunan berkelanjutan sangat berkaitan satu sama lain, misalnya pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk pengembangan atau inovasi sains-teknologi.
Emil mencontohkan kenaikan air laut dapat dimanfaatkan melalui desilinasi air laut. Ini bertujuan untuk mengubah air laut menjadi air tawar. Situasi ini sebagai solusi ketika curah hujan tidak dapat memenuhi kebutuhan air.
“Kita dapat memanipulasi genetik seperti tanaman padi sebagai jawaban dari perubahan iklim yang terjadi,” tambahnya.
Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia juga dirasakan oleh negara lain seperti kepulauan Fiji, Australia, dan negara ASEAN lainnya.
Emil mengingatkan, perubahan iklim akan mempengaruhi berbagai lini kehidupan.
“Ini tidak hanya terjadi di salah satu negara saja tapi dapat terjadi di seluruh negara. Perubahan iklim tidak hanya terjadi akibat tingkah laku manusia saja tapi dunianya juga berubah,” imbuhnya.
Perubahan iklim ini bisa berpengaruh terhadap dampak bencana yang bersifat sistemik pada manusia dan lingkungan.
Oleh karena itu, menurutnya pendekatan holistik yang terintegrasi dan interdisipliner akan membantu untuk menjawab tantangan yang dihadapi di masa depan. Peta jalan terhadap penanganan iklim menjadi salah satu solusi untuk resiliensi berkelanjutan.
Sementara itu, Pendiri dan CEO Think Policy Andhyta F. Utami menyampaikan Indonesia 2050 harus tangguh terhadap iklim dan bencana alam. Menurutnya, generasi muda perlu dilibatkan secara aktif karena mereka yang akan menjadi kelompok pertama yang terpapar karena dampak perubahan iklim. Upaya pelibatan mereka di tingkat lokal menjadi penting untuk membentuk ekosistem kebijakan publik yang partisipatif.(Iwan)