Bengkulu – Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya hidup dengan bertani. Cara klasik pertanian di Indonesia sangat mempengaruhi pada aspek waktu (lamanya pengerjaan) dan hasil yang didapat serta banyaknya tenaga yang diperlukan dalam cara klasik.
Dijelaskan oleh Kepala UPTD Mekanisasi Perranian, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, Dra. Ema Amalia, M.A.P., sebagian orang bahkan beranggapan bahwa mekanisasi pertanian lebih kepada traktorisasi. Pemahaman seperti ini memang patut dimaklumi, karena sebagaimana penegenalan teknologi pertanian di negara kita pertama kali memang dengan adanya penggunaan traktor. “Mekanisasi pertanian merupakan pengenalan ilmu teknik dan penggunaan setiap alat bantu (yang bersifat mekanis) dalam melakukan proses aktivitas pertanian itu sendiri (mulai dari mengolah tanah, menanam bibit, memupuk dan lain-lain).” jelas Ema Amalia, Rabu (7/9).
“Perkembangan mekanisasi yang digunakan dalam proses produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil) sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi di dunia pertanian.” lanjut Ema Amalia.
Selanjutnya disampaikan oleh Ema Amalia, dengan adanya mekanisasi pertanian, diharapkan tidak terlalu menguras tenaga para petani, proses pengerjaan yang lebih cepat dan tepat waktu, serta hasil yang didapat dalam waktu yang lebih cepat dan lebih memuaskan.
“Sehingga dengan demikian menempatkan alat dan mesin pertanian menjadi sangat penting untuk menunjang sistem pertanian dalam setiap tahapan pertanian (mulai dari pengolahan lahan atau tanah pertanian, pembibitan, penanaman, penyiangan, pemeliharaan, pemupukan, pemanenan dan bahkan sampai penanganan produk pasca panen).” tutup Ema Amalia.(08/Adv)