Bengkulu, – Pemerintah Indonesia dan Prancis terus berkomitmen memperkuat kerja sama bidang pendidikan tinggi, riset, dan teknologi. Dalam pertemuan Kelompok Kerja Bersama (Joint Working Group/JWG) ke-13, Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Tjitjik Sri Tjahjandarie, memaparkan berbagai perkembangan program prioritas dan kolaborasi dengan Prancis.
Saat ini, Kemendikbudristek mengelola 4.484 institusi pendidikan tinggi, termasuk universitas, politeknik, serta akademi dan akademi komunitas. Dalam ekosistem seluruh institusi pendidikan tinggi ini, terdapat lebih dari 8 juta mahasiswa dan lebih dari 286.000 dosen atau tenaga pengajar.
“Untuk mengakselerasi peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, termasuk semua program akademik maupun vokasi, Kemendikbudristek menjalankan inisiatif atau transformasi kebijakan melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM),” ucap Tjijik di Surabaya, Rabu (3/7).
Dalam menjalankan MBKM, Kemendikbudristek telah menetapkan delapan indikator kinerja utama, yaitu 1) lulusan mendapat pekerjaan yang layak; 2) mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar di luar kampus; 3) dosen berkegiatan di luar kampus; 4) praktisi mengajar di dalam kampus; 5) hasil kerja dosen dimanfaatkan oleh masyarakat dan mendapat pengakuan internasional; 6) program studi berstandar internasional; 7) kelas yang kolaboratif dan partisipatif; dan 8) program studi berstandar internasional.
“Indikator-indikator tersebut harus dipenuhi dan dijadikan panduan bagi semua institusi pendidikan untuk mengembangkan perguruan tinggi mereka. Kolaborasi JWG ini bertujuan untuk mencapai target dari delapan indikator kinerja utama di setiap perguruan tinggi,” tutur Tjitjik.
Di bawah payung kebijakan Merdeka Belajar, terdapat empat program besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, yaitu Magang dan Studi Independen Bersertifikasi (MSIB), Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), Kampus Mengajar, dan Pertukaran Mahasiswa Merdeka. Jumlah peserta untuk setiap program terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Seperti jumlah perguruan tinggi di Prancis yang bergabung dalam program IISMA, dari sebelumnya hanya satu perguruan tinggi kini menjadi 12 perguruan tinggi.
“Berdasarkan pengalaman ini, kita melihat bahwa kelompok kerja bersama ini sangat penting bagi kita untuk menindaklanjuti dan mendorong mobilitas akademik serta penelitian akademik antara dua negara,” lanjut Tjitjik.
Beberapa perguruan tinggi di Indonesia telah memiliki kolaborasi atau kemitraan dengan institusi pendidikan tinggi di Prancis, seperti UGM, BINUS, ITB, UI, ITS, perguruan tinggi Katolik Indonesia Atma Jaya, dan sebagainya. Kolaborasi ini mencakup berbagai macam kegiatan, seperti program mobilitas, termasuk mobilitas staf, mobilitas mahasiswa, akademisi, penelitian, dan juga program bersama seperti joint-degree, double-degree, pelatihan singkat, dan konferensi.
Tjitjik menyebut bahwa sejak tahun 2022, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi selalu membuka kesempatan bagi perguruan tinggi luar negeri untuk mendirikan cabang di Indonesia. Ada beberapa perguruan tinggi yang telah mendirikan kampus di Indonesia. “Oleh karena itu, kami juga memberi kesempatan kepada perguruan tinggi di Prancis, untuk mendirikan perguruan tinggi di Indonesia, baik hanya untuk beberapa program maupun untuk mendirikan seluruh kampus di Indonesia.”
Pada kesempatan yang sama, Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kemendikbudristek, Faiz Syuaib, menyampaikan terkait Partenariat Hubert Curien (PHC) yang merupakan program kerja sama pemerintah Indonesia dan Prancis di bidang penelitian dan sains. “Program ini bertujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan proyek kerja sama ilmiah dan teknologi, serta mendorong partisipasi peneliti muda dan dosen doktoral di kedua negara,” ujar Faiz.
Adapun aspek kunci dalam kolaborasi tersebut meliputi minat bersama, bidang penelitian yang luas dan inklusif, peningkatan kapasitas, menangani isu global, dan pendanaan bersama.
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan adalah Distribution and Allele Frequency of ABO and Rh (D) Blood Group System in Yogyakarta oleh Teguh Triyono dari perguruan tinggi Gadjah Mada dan Yann Fichouet dari L’Institut national de la santé et de la recherche médicale. Penelitian ini memberikan informasi deskriptif mengenai pola sebaran fenotipe dan genotipe sistem golongan darah ABO dan Rhesus di Indonesia. Data dari penelitian ini akan sangat berguna bagi para ahli genetika, ahli biologi, pengambil kebijakan layanan transfusi darah, dan dokter.
Dalam rangkaian JWG ke-13 juga dilakukan diskusi tematik bersama narasumber ahli tentang sejumlah topik yang menjadi prioritas Indonesia dan Prancis, salah satunya adalah bidang kesehatan. Dalam kesempatan tersebut, Dokter Bedah Kardiotoraks dan Vaskular, dari perguruan tinggi Airlangga, Niko Azhari Hidayat, memaparkan terkait inovasi kerja sama di bidang kesehatan melalui digitalisasi, One Health, kolaborasi rumah sakit, dan pelatihan medis.
Ia menjelaskan tentang pengaruh kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan. Salah satunya adalah platform Telemedicine atau layanan kesehatan yang memungkinkan para penggunanya berkonsultasi dengan dokter tanpa bertatap muka atau secara jarak jauh dalam rangka memberikan konsultasi diagnostik dan tata laksana perawatan pasien.
“Ada 17 platform Telemedicine yang dapat diakses. Salah satunya adalah Vascular Indonesia dari perguruan tinggi Airlangga yang juga sudah tergabung dalam aplikasi PeduliLindungi. Melalui platform ini, masyarakat dapat memperoleh informasi dan melakukan konsultasi terkait kesehatan pembuluh darah,” terang Niko.(Iwan)