Bengkulu – Dijelaskan oleh Kepala Bidang (Kabid) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Helmi Yuliandri, S.P., M.T., diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian yakni untuk menjaga ketersediaan, keterjangkauan pupuk dan optimalisasi penyaluran pupuk bersubsidi terutama untuk petani sehingga penyaluran pupuk bersubsidi lebih tepat sasaran dan akurat.
Perubahan dalam Permentan ini ada dua hal. Pertama adanya perubahan jenis pupuk bersubsidi dari semula enam jenis menjadi dua jenis yakni Urea dan NPK dan Kedua yang mendapatkan pupuk bersubsidi ada sembilan jenis komoditi.
“Pupuk bersubsidi diberikan kepada komoditi yang mempengaruhi inflasi yang merupakan prioritas nasional dan posisi strategis dengan sembilan komoditi yaitu padi, jagung, kedelai, cabe, bawang merah, bawang putih, kopi, coklat (kakao) dan tebu rakyat. Jadi setelah terbit Permentan ini di bulan Juli lalu untuk kelapa sawit dan karet tidak lagi mendapatkan pupuk bersubsidi.” ujar Helmi yang ditemui di ruang kerjanya Jum’at (16/9).
“Untuk jumlah pupuknya juga dikurangi karena beberapa bahan baku diimpor seperti fosfat, kalium. Impor ini sebenarnya normal dan wajar namun dikarenakan ada keributan antara Rusia dan Ukraina sehingga pasokan menjadi susah maka sesuai mekanisme pasar, harga menjadi tinggi.” lanjut Helmi.
Dengan tidak lagi mendapat pupuk bersubsidi, untuk kelapa sawit dan karet saat ini menggunakan pupuk non subsidi atau beralih ke pupuk organik. “Untuk tahun 2022 ini di APBDP ada kegiatan pengadaan pupuk organik cair dan juga di APBD tahun ini ada pengadaan pupuk NPK. Dalam hal ini Bapak Gubernur Rohidin Mersyah sangat concern walaupun dengan anggaran yang terbatas.” pungkas Helmi.(CW1/Adv)