RADARINFORMASINEWS.COM,- Masyarakat Banjarmasin dihebohkan dengan kasus mabuk kecubung yang menewaskan dua orang baru-baru ini. Tanaman kecubung memang dikenal sebagai tanaman berbahaya, namun di balik bahayanya, kecubung ternyata memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan. Namun, bagaimana pandangan agama Islam tentang mengonsumsi kecubung?
Kecubung (Datura metel) adalah tanaman semak yang tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman ini dikenal dengan bunga berbentuk corong berwarna putih atau ungu dan buahnya yang sering digunakan untuk mabuk-mabukan. Zat utama dalam kecubung yang menyebabkan efek memabukkan adalah alkaloid, terutama atropin, hyoscyamine, dan skopolamin.
Meskipun berbahaya, kecubung memiliki beberapa manfaat medis. Atropin, misalnya, dapat digunakan dalam pengobatan penyakit saluran cerna, penyakit Parkinson, dan gangguan jantung. Hyoscyamine bermanfaat untuk mengatasi masalah pencernaan seperti maag dan sindrom iritasi usus besar. Skopolamin sering digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan dan sebagai analgesik. Namun, penggunaan zat-zat ini harus diawasi secara ketat oleh profesional medis karena risiko efek samping yang serius, termasuk kematian.
Dari sisi agama, kecubung dianggap haram dalam Islam. Hal ini karena efek yang ditimbulkannya mirip dengan khamar, yaitu hilangnya kesadaran. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar adalah haram” (HR. Muslim). Mengonsumsi kecubung tanpa pengawasan medis dapat dianggap sebagai tindakan yang dilarang, karena bisa menyebabkan dampak negatif yang serius bagi kesehatan dan kesadaran.
Selain itu, dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa khamar memiliki manfaat, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya (QS. Al-Baqarah [2]: 219). Oleh karena itu, meskipun kecubung memiliki manfaat medis, konsumsi tanpa pengawasan dan untuk tujuan mabuk-mabukan tetap haram dan berbahaya.
Kasus mabuk kecubung ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk berhati-hati terhadap tanaman berbahaya ini dan memahami dampaknya dari perspektif medis maupun agama.(Iwan/KW1)