Bengkulu, – Tak banyak yang menyangka bahwa Vitinha, gelandang mungil asal Portugal, akan menjelma menjadi salah satu pemain paling vital di Eropa saat ini. Dulu, saat dipinjamkan ke Wolverhampton Wanderers di Liga Inggris, kariernya nyaris tenggelam. Minim menit bermain dan dianggap gagal beradaptasi dengan kerasnya Premier League, ia kembali ke FC Porto dalam diam.
Namun, alih-alih meredup, Vitinha justru bangkit. Hanya dalam satu musim bersama Porto, kualitasnya memikat perhatian raksasa Prancis, Paris Saint-Germain (PSG), yang kemudian membelinya seharga €41 juta.
Awalnya, banyak pihak meragukan kapasitasnya di klub penuh bintang seperti PSG. Namun perlahan, Vitinha membungkam semua kritik. Musim 2024/2025 menjadi titik baliknya: ia menjadi motor permainan PSG, membawa tim ibu kota Prancis menjuarai Ligue 1 dan untuk pertama kalinya meraih trofi Liga Champions.
Dengan statistik operan dan akurasi umpannya yang tertinggi di antara gelandang Eropa, nama Vitinha kini mulai diperhitungkan sebagai kandidat Ballon d’Or. Tanpa banyak sorotan atau sensasi di luar lapangan, pemain 24 tahun ini membiarkan kualitas permainannya yang berbicara.
“Saya cuma anak desa yang diberi kesempatan main bareng Messi dan Ronaldo,” ujar Vitinha dalam sebuah wawancara. Kalimat itu mencerminkan kerendahan hati yang menjadi ciri khasnya.
Kisah Vitinha adalah potret kegigihan. Ia membuktikan bahwa kegagalan bukan akhir segalanya, dan kerja keras mampu mengalahkan segala keraguan.
Kini, dari pemain yang sempat diremehkan, Vitinha menjelma menjadi jantung permainan PSG—dan mungkin, calon peraih Ballon d’Or di masa depan. (Net)