Alaku
Alaku

Pertunjukan Punakawan: Jiwa yang Merdeka jadi Ruang Ekspresi Disabilitas di Gateways Study Visit Indonesia 2024

Cloud Hosting Indonesia

Sanur, – Membentuk jiwa yang merdeka jadi salah satu tujuan pendidikan inklusif yang didorong oleh Kurikulum Merdeka. Termasuk bagi penyandang disabilitas yang memiliki potensi tersendiri. Pesan sarat makna ini diangkat dalam pertunjukan kontemporer oleh Kitapoleng Foundation, bertajuk “Punakawan: Jiwa yang Merdeka.”

Ditampilkan dalam pembukaan kegiatan Gateways Study Visit Indonesia 2024, pementasan ini memadukan kesenian wayang kulit dan angklung, sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO dari Indonesia. Dialog dan narasi ditampilkan secara apik menggunakan bahasa isyarat dan media baru. Pertunjukan ini menampilkan sejumlah murid dari SLB Negeri 1 Badung dan SLB YPAC D. Mereka memberikan contoh konkret tentang bagaimana diversifikasi pembelajaran yang menekankan proses belajar yang menyenangkan dan sesuai minat dapat mendorong individu mencapai diri yang optimal.

Pendiri dan Direktur Artistik Kitapoleng, Dibal Ranuh, menyebut, “Saya percaya, seni adalah salah satu bentuk medium ekspresi paling efektif bagi individu untuk menunjukkan keunikan dan potensinya. Termasuk bagi teman-teman disabilitas, yang juga memiliki kesempatan setara untuk berkarya. Inspirasi ini yang ingin kami sampaikan dalam pementasan “Punakawan: Jiwa yang Merdeka.” Sebagai tokoh dalam pewayangan Indonesia, para Punakawan, yang memiliki keterbatasan fisik, justru mengingatkan kita tentang harmoni dan kekuatan individu, melebihi batas-batas fisik.”

Sementara itu, pendiri dan koreografer Kitapoleng Foundation, Jasmine Okubo, menyebut proses kreatif dan latihan yang melibatkan dua sekolah luar biasa ini berlangsung kurang dari satu bulan. Dengan pementasan ini, baik Dibal maupun Jasmine sama-sama ingin menyemangati teman-teman bisu, tuli, maupun penyandang disabilitas untuk berkesenian. Dengan demikian, pada masa depan mereka mandiri dan semangat melanjutkan sekolah hingga jenjang perkuliahan.

Lebih lanjut, pementasan ini diharapkan dapat memberi inspirasi sekaligus menggambarkan harapan sejumlah orang tua yang memiliki anak dengan disabilitas. Untuk dapat mencapai potensi berkembang yang optimal, anak dengan disabilitas perlu dukungan semua pihak dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan setara. Sebagai komunitas seni lintas disiplin yang kerap melibatkan penyandang disabilitas, Kitapoleng berharap apa yang telah diinisiasi dirinya dapat direplikasi pendidik atau pegiat seni di banyak negara.

“Salah satu cara untuk memahami keunikan anak-anak kami adalah dengan memahami bahwa potensi dan minat tiap individu tidak hanya sebatas yang diajarkan dalam pendidikan formal. Maka saya bersama guru seni dan lingkungan sekitar berupaya memberi dukungan dan akses untuk menampilkan potensi dirinya. Kami bersyukur, dalam Kurikulum Merdeka ini, ada ruang bagi kami dalam mengoptimalkan kemampuan anak-anak, sebagai bekal untuk masa depannya,” kata Ni Nyoman Suwastarini, Kepala SLB N 1 Badung yang juga peserta Program Guru Penggerak.(Iwan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *